Dilarang Berdoa Meminta Mati, Karena Cobaan Ekonomi Atau Kesehatan
"Dilarang Berdoa Meminta Mati, Karena Cobaan Ekonomi Atau Kesehatan"
Muslim (dan Buhari ) meriwayatkan bahwa Anas r.a. berkata, " Rasulullah bersabda, 'Janganlah kalian berharap mati karena cobaan yang tengah menimpanya. Jika ia memang berharap mati, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, peliharalah hidupku jika itu (kematian, red.) yang terbaik bagiku, dan matikanlah aku jika itu yang terbaik bagiku."
Dalam hadist lain, riwayat Muslim dan Ahmad, Anas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah salah seorang dari kamu berharap mati, dan janganlah berdoa memintanya sebelum kematian itu sendiri datang. Sebab, apabila salah seorang dari kamu mati, amalnya terputus. Padahal seorang yang beriman itu harus bisa mengisi tambahan kebajikan dalam kehidupannya."
Bukhari dari Saad bin Ubaid, budak Abdurrahman bin Azhar, meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Janganlah salah seorang kalian berharap mati. Kalau ia orang baik, ia masih bisa menambah amal kebaikannya; tetapi kalau ia orang jahat, mudah-mudahan ia masih bisa bertobat terlebih dahulu."
(Pasal 1 ). Menurut para ulama, kematian bukan persoalan kemusnahan semata. Kematian merupakan peristiwa terputusnya hubungan roh dengan jasad, terpisahnya jiwa dari raga, pergantian keadaan, perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Kematian adalah musibah terbesar. Allah menyebut kematian sebagai musibah dalam firman-Nya,
"Lalu kamu ditimpa bahaya kematian." (al-Maa'idah: 106)
Kematian memang suatu musibah dan malapetaka besar. Tetapi, menurut para ulama, ada musibah yang lebih besar lagi yaitu lupa pada kematian itu sendiri, tidak mau mengingatnya, jarang memikirkannya, bahwa tidak mau beramal untuk menyongsongnya. Padahal, didalam kematian itu sendiri terdapat pelajaran bagi orang yang mau berpikir.
Baihaqi dari Abdullah bin Salamah bin Aslam (perawi yang dianggap dhaif oleh Daruquthni) meriwayatkan hadist bahwa Nabi Saw., "Seandainya binatang itu tahu akan kematian seperti yang kamu ketahui, niscaya kamu tidak akan makan binatang yang gemuk daripadanya."
Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki sedang menunggangi untanya. Tiba-tiba, entah kenapa, untanya mendadak jatuh lalu meninggal. Laki-laki itu segera turun. Sambil berputar-putar ia berpikir apa yang telah terjadi. Ia bertanya kepada untanya, "Hai, kenapa kamu tidak mau berdiri lagi? Lihatlah, tubuhmu utuh dan tidak ada yang terluka! Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu jadi begini? Apa yang menyebabkan kamu tidak bisa bergerak sama sekali? Apa kira-kira yang dapat membuatmu bangkit kembali?" Ia kemudian meninggalkan untanya begitu saja sembari terus berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. Ia benar-benar merasa heran dan tidak habis pikir.
At-Tirmidzi al-Hakim alias Abu Abdullah meriwayatkan dalam kitabnya Nawadir al-Ushul, "Aku mendengar dari Qutaibah bin Sa'ad dan Khathib bin Salim, dari Abdul Azis al-Majisun, dari Muhammad ibnul-Munkadir, ia berkata, 'Putra Nabi Adam meninggal dunia. Adam lalu memberitahukan peristiwa itu kepada istrinya, Hawa. 'Anakmu mati,' kata Adam. Hawa bertanya, 'Apa itu mati?. Adam menjawab, 'Orang mati itu tidak bisa makan , tidak bisa minum, tidak bisa berdiri, dan tidak bisa duduk. ' Mendengar itu Hawa menangis keras. Adam berkata, 'Sebagai wanita, kamu dan anak wanitamu wajar menangis keras seperti itu, tetapi tidak bagi aku dan anak laki-lakiku.'
(Pasal 2). Maksud kalimat "ia masih bisa bertobat terlebih dahulu" dalam hadist diatas adalah mencari keridhaan Allah. Satu-satunya cara adalah dengan bertobat serta tidak mengulangi dosa. Demikian dikatakan oleh al-Jauhari. Allah mengungkapkan hal tersebut dalam Al-Quran saat menyinggung orang-orang kapir,
"Jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasan-alasannya." (Fushshilat: 24)
Sahal bin Abdullah at-Tastari berkata, "Salah seorang kalian tidak ada yang mengharap-harap kematian kecuali tiga orang. Yaitu, orang yang tidak mengerti apamyang terjadi setelah kematian, orang yang sengaja lari dari takdir Allah Ta'ala, dan orang yang sudah sangat rindu bertemu dengan Allah Azza wa Jalla."
Abu Nu'aim menceritakan dalam al-Hilyat (IV/278) bahwa suatu hari Malaikat Izrail a.s. mendatangi Nabi Ibrahim a.s. sang kekasih Allah Yang Maha Pemurah untuk mencabut nyawanya. Ibrahim berkata, "Hai malaikat maut, pernah kamu lihat ada kekasih mencabut nyawa kekasihnya sendiri?" Izrail naik ke langit menemui Tuhannya melaporkan perkataan Nabi Ibrahim. Allah berfirman kepada Izrail agar bertanya kepada Ibrahim, "Apakah kamu pernah melihat seorang kekasih tidak suka bertemu kekasihnya?" Izrail pun turun menyampaikan pesan Tuhannya itu. Ibrahim lalu berkata, " Cabutlah nyawaku saat ini juga."
Abu Darda' berkata, "Setiap orang mukmin lebih baik memilih kematian. Siapa tidak suka percaya kepadaku, sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman,
'Janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa penangguhan Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka.' (Ali Imran: 187)
Hayyan al-Aswad berkata, "Kematian merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan pertemuan dua kekasih."
Comments
Post a Comment